REVIEW JURNAL KONFLIK AGAMA DI INDONESIA
1. Latar Belakang Penelitian
Indonesia adalah negara yang multi kultur, budaya, suku maupun agama,
bahkan agama-agama suku banyak terdapat didalamnya. Pluralitas ini tidak dapat dihindari dan harus
dihadapi, karena bangsa Indonesia dibangun berdasarkan pluralitas etnis,
budaya, maupun agama. Jadi, bangsa ini dibangun berdasarkan agama
tertentu.
Pluralitas etnis dan agama yang terdapat di Indonesia tentu saja
menimbulkan gesekan-gesekan yang dapat menyebabkan konflik, khususnya konflik
agama. Konflik agama yang merupakan sesuatu hal yang sangat gampang
terjadi, karena agama sangat sensitif. Ketika agama disentuh, maka pemeluk atau pengikutnya akan marah dan ia
akan berusaha untuk membelanya dengan alasan membela Tuhan. Hal
telah banyak terjadi di Indonesia, misalnya kasus di Sampang, Madura, antara
Sunni dan Shiyah, penutupan gereja di Jawa Barat dan di banyak tempat. Hal ini
telah menyebabkan terjadi banyak korban.
Penyebab konflik dalam agama di Indonesia juga terjadi, karena agama merasa
dirinya yang paling benar dan menganggap agama yang lain adalah agama yang
kafir. Ia merasa agamanya lebih superior dan menganggap agama yang lain adalah
inferior. Di samping itu, sifat missioner dari suatu agama akan dapat menyebabkan
konflik di lapangan. Mereka saling menyerang satu dengan yang lain.
Masalah-masalah inilah yang menyebabkan dialog antar agama-agama sangat
penting untuk dilakukan, khususnya di Indonesia. Dialog ini penting dilakukan,
setidak-tidaknya mengurangi atau menekan konflik yang terjadi di antara
agama-agama di Indonesia.
2. Tujuan Penulis
1. Untuk
memahami apa definisi dari Konflik
2. Faktor-faktor
penyebab terjadinya konflik
3. Pola Isu Konflik Keagamaan di Indonesia
4. Cara Penyelesaian Konflik
3. Rumusan Masalah
1) Apa definisi dari
konflik ?
2) Bagaimana faktor-faktor penyebab
terjadinya konflik ?
3) Apa saja pola dan isu konflik keagamaan di
Indonesia ?
4) Bagaimana cara
penyelesaian konflik ?
4. Hasil Penelitian
Dari hasil yang saya baca, konflik
dalam definisi diartikan sebagai ketidakpahaman atau ketidaksepakatan antara kelompok
atau gagasan-gagasan yang berlawanan. Atau dengan kata lain, ketidaksetujuan
antara beberapa pihak. Kalau dikaitkan dengan istilah sosial, maka konflik sosial
bisa diartikan sebagai suatu pertentangan antar anggota masyarakat yang
bersifat menyeluruh dalam kehidupan. Dengan kata lain interkasi atau proses
sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau setidaknya
membuatnya tidak berdaya.
Ada 4 faktor terjadinya konflik :
a)
Perbedaan
pendirian atau perasaan individu. Sebagai contoh kecil, kita yang ada di ruang
ini sekarang ini, tentu mempunyai perasaan yang tidak sama dalam kaitannya
dengan situasi ruangan. Ada yang menginginkan AC dengan kadar suhu tertentu,
tetapi mungkin yang lain tidak karena tidak terbiasa dengan kondisi suhu
tertentu. Perbedaan perasaan ini bisa menyulut konflik kalau tidak dinegosiasikan
dengan baik.
b) Perbedaan
latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Perbedaan nilai-nilai kebudayaan juga berpotensi menimbulkan konflik. Sebagai
contoh misalnya bisa dilihat salah satu nilai budaya Amerika yang to the point,
sementara tradisi Jepang sedikit berbeda.
c) Perbedaan
kepentingan antara individu atau kelompok, baik menyangkut politik, ekonomi,
sosial, budaya atau agama, juga berpotensi konflik.
d)
Perubahan-perubahan
nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
konflik sosial berbau agama di Indonesia disebabkan
oleh :
· Adanya
klaim kebenaran. Pluralitas manusia menyebabkan kebenaran diinterpretasi secara
berbeda dan dipahami secara absolut. Absolutisme, eksklusivisme, fanatisme,
ekstremisme dan agresivisme adalah penyakit-penyakit yang biasanya menghinggapi
aktivis gerakan keagamaan. Absolutisme adalah kesombongan intelektual,
eksklusivisme adalah kesombongan sosial, fanatisme adalah kesombongan emosional,
ekstremisme adalah berlebih-lebihan dalam bersikap dan agresivisme adalah
berlebih-lebihan dalam melakukan tindakan fisik. Dalam ajaran atau doktrin
agama, terdapat seruan untuk menuju keselamatan yang dibarengi dengan kewajiban
mengajak orang lain menuju keselamatan tersebut. Ini akan memunculkan sentimen
agama, sehingga benturan pun sulit dihindari. Fenomena yang seperti inilah yang
dapat melahirkan konflik antar agama. Misalnya, peristiwa Perang Salib antara
umat Islam dan umat Kristen. Tragedi ini sangat kuat muatan agamanya, dari pada
politisnya.
· Kedua,
wilayah agama dan suku semakin kabur. Kasus ini bisa dilihat pada mantan
Menteri Masa Habibi, AM. Saefuddin, ketika “menuduh” Megawati pindah agama,
hanya dengan melihat kehadiran Mega dalam suatu tradisi keagamaan suku
tertentu.
·
Doktrin
jihad yang dipahami secara sempit
·
Kurangnya
sikap toleransi dan beragama
·
Minimnya
pemahaman terhadap ideologi pluralisme.
Pola dan isu konflik keagamaan di Indonesia
Pola konflik keagamaan
Dilihat dari segi periode, insiden kerusuhan/amuk
massa, yang berdampak pada korban jiwa maupun kerusakan pada properti milik
kelompok keagamaan, terjadi hanya pada dua periode rentang waktu selama kurun
19 tahun terakhir. Pertama, 10 insiden kerusuhan/amuk massa pada periode
1995-1998 yang menandai periode akhir rezim Orde Baru hingga memasuki masa
transisi menuju demokrasi. Kedua, 4 insiden kerusuhan/amuk massa pada periode
2005-2006 dalam masa pemerintahan demokrasi di bawah kepemimpinan Susilo
Bambang Yudhoyono
Puncak insiden kekerasan berupa penyerangan adalah
pada tahun 2000 dengan 38 insiden, dan tahun 2006 dengan 27 insiden. Pada tahun
2007 insiden penyerangan sempat turun menjadi 12 insiden, tetapi pada tahun
berikutnya cenderung meningkat. Hingga akhir Agustus 2008 saja telah tercatat
13 insiden penyerangan terkait isu konflik keagamaan. Adapun dari segi bentuknya,
jenis aksi penyerangan terbanyak berupa pengeboman, disusul oleh perusakan, dan
perusakan yang disertai penjarahan/pembakaran.
Berdasarkan laporan harian Kompas dan kantor berita Antara,
seperti disimpulkan Ihsan Ali Fauzi dkk, selama Januari 1990 hingga Agustus
2008, wilayah persebaran aksi damai terkait konflik keagamaan di Indonesia
lebih luas dibandingkan dengan aksi kekerasan. Sementara insiden kekerasan
terkait konflik keagamaan terjadi di 20 provinsi, insiden aksi damai terjadi di
28 dari total 33 provinsi di Indonesia. Dari sisi penyebaran, Provinsi-provinsi
dengan tingkat insiden aksi damai tinggi (>25 insiden) meliputi: DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Tengah. Sementara
itu, tingkat insiden kekerasan yang tinggi (>25 insiden) dapat ditemukan
secara berturut-turut di Sulawesi Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Maluku dan
Jawa Timur.
Isu-isu konflik keagamaan
Berdasarkan kajian
Ihsan Ali-Fauzi dkk, isu-isu keagamaan yang menyebabkan konflik keagamaan
dengan Indonesia sebagai contoh kasus, dalam kurun waktu 1990- 2008, terdiri
dari 6 kategori :
1)
Isu moral, seperti isu-isu perjudian, minuman keras (miras), narkoba, perbuatan
asusila, prostitusi, pornografi/pornoaksi. Isu-isu moral lainnya seperti
antikorupsi juga dimasukkan ke dalam isu keagamaan selama isu tersebut
melibatkan kelompok keagamaan dan/atau dibingkai oleh para aktor yang terlibat
dalam slogan atau ekspresi keagamaan.
2)
Isu sektarian, yaitu isu-isu yang melibatkan perseteruan terkait
interpretasi atau pemahaman ajaran dalam suatu komunitas agama maupun status
kepemimpinan dalam suatu kelompok keagamaan. Dalam Islam, kelompok Ahmadiyah,
Lia-Eden dan Al Qiyadah Al Islamiyah adalah di antara kelompok-kelompok
keagamaan yang kerap memicu berbagai insiden protes maupun kekerasan, baik yang
dilakukan oleh kelompok keagamaan maupun warga masyarakat secara umum.
Sedangkan dalam komunitas Kristen, konflik kepemimpinan gereja HKBP (Huria
Kristen Batak Protestan)
3)
Isu komunal, yaitu isu-isu yang melibatkan perseteruan
antarkomunitas agama, seperti konflik Muslim-Kristen, maupun perseteruan antara
kelompok agama dengan kelompok masyarakat lainnya yang tidak selalu bisa
diidentifikasi berasal dari kelompok agama tertentu. Isu seperti penodaan
agama, seperti dalam kasus karikatur tentang Nabi Muhammad, dimasukkan dalam
kategori isu komunal ini. Perlu ditegaskan: Perseteruan atau bentrok menyangkut
suatu isu keagamaan – sepanjang kedua belah pihak yang terlibat tidak dapat
diidentifikasi berasal atau mewakili komunitas keagamaan yang sama juga
dimasukkan dalam isu ini. Jika kedua belah pihak pelaku dapat diidentifikasi
berasal dari komunitas agama yang sama.
4)
Isu terorisme, yaitu isu yang terkait dengan aksi-aksi serangan terror
dengan sasaran kelompok keagamaan atau hak milik kelompok keagamaan tertentu, maupun
serangan teror yang ditujukan terhadap warga asing maupun hak milik pemerintah
asing. Untuk kasus Indonesia, contohnya adalah pengeboman di Bali yang
dilakukan oleh kelompok Imam Samudra, dan berbagai serangan bom di Jakarta.
Adapun kekerasan berupa serangan teror di wilayah konflik komunal, maupun
insiden yang terkait dengan upaya penyelesaian konflik di wilayah komunal
tertentu seperti Poso, Sulawesi Tengah, dan Ambon, Maluku.
5)
Isu politik-keagamaan, yaitu isu-isu yang melibatkan sikap anti terhadap kebijakan
pemerintah Barat atau pemerintah asing lainnya dan sikap kontra ideologi/kebudayaan
Barat atau asing lainnya. Termasuk ke dalam isu politik- keagamaan di sini
adalah isu penerapan Syariah Islam atau Islamisme, serta pro-kontra menyangkut
kebijakan pemerintah Indonesia yang berdampak pada komunitas keagamaan
tertentu.
5)
Isu lainnya, meliputi isu subkultur keagamaan mistis seperti santet,
tenung dan sebagainya, maupun isu-isu lainnya yang tidak termasuk dalam lima
kategori sebelumnya.
Penyelesaian Konflik
Dalam rangka resolusi konflik, banyak hal yang perlu
dilihat. Dalam waktu singkat, konflik yang ada kalau bersifat frontal, harus
diredakan terlebih dahulu. Bisa dengan pendekatan hukum yang tegas. Dalam
jangka panjang, dicarikan solusi dengan misalnya mencari akar masalah,
mengkampanyekan pendidikan yang berdimensi pluralistik, dakwah yang penuh
hikmah dengan muatan yang tidak memicu konflik. Yang tidak kalah pentingnya
ialah mewujudkan keadilan dalam semua ranah keidupan masyarakat, baik ekonomi,
politik, sosial, budaya maupun agama.
ANALISIS JURNAL
1. Fungsi agama :
- - Sebagai sarana pendidikan
- - Untuk keselamatan
- - Untuk jembatan perdamaian dunia
- - Untuk tempat berinteraksi
- - Untuk banteng kekuatan
2. Dimensi Komitmen
Ø
Dimensi
keyakinan, mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan
menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran
ajaran-ajaran tertentu.
Ø
Dimensi
pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan
tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan
yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan dengan
suatu perantara yang supernatural meskipun dalam waktu yang singkat.
Ø
Dimensi
pengetahuan dikaitkan, dengan perkiraan
bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang
ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan
tradisi-tradisi keagamaan mereka.
Ø
Dimensi
konsekuensi dari komitmen religius, berbeda dengan tingkah laku perseorangan
dan pembentukan citra pribadinya.
Tipe Kaitan Agama dan Masyarakat
a)
Masyarakat
yang terbelakang dan nilai- nilai sacral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota
masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat,
dalam kelompok keagamaan adalah sama.
b)
Masyarakat-
masyarakat pra- industri yang sedang berkembang
Keadaan masyarakat tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang
lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem
nilai dalam tipe masyarakat ini. Dan fase kehidupan sosial diisi dengan
upacara- upacara tertentu.
c) Masyarakat-
masyarakat industri secular. Masyarakat industri
bercirikan dinamika dan teknologi semakin berpengaruh terhadap semua aspek
kehidupan, sebagian besar penyesuaian- penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi
yang penting adalah penyesuaian- penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan
sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi
penting bagi agama, Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin
terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam
menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular
semakin meluas. Watak masyarakat sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak
terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama,
praktek agama, dan kebiasaan- kebiasaan agama peranannya sedikit.
Komentar
Posting Komentar